Perlukah Memusuhi Saudara Kandung (Kej 32: 1-21)

Pernahkah mengalami rasa kecewa yang berat atau sakit hati dengan saudara kandung? Jika jawabannya  ya, apa yang dilakukan untuk menghadapi perasaan tersebut? Menjauhinya, memusuhinya, membencinya, memfitnahnya? Menceritakan segala keburukannya kepada orang lain, dengan tujuan agar mendapatkan banyak simpati dan mendapatkan ketenangan karena banyak yang mendukung untuk memusuhi saudara kandung itu. 

Apakah ini yang sering dilakukan dan apakah tindakan ini benar? Apakah ini sesuai dengan hati nurani? Apakah bisa tidur nyenyak dengan menyadari saudara kandung tersebut tidak lagi menjadi tempat berkeluh kesah, bermanja-manjaan,  seolah-olah lupa kalau dulu ketika kecil dialah teman bermain bersama dan lain sebagainya. Kira kira berapa lama lagi harus hidup di dalam permusuhan dengan saudara kandung itu? 

Bacaan Kitab Suci Kej. 32:9-21 mengisahkan percekcokan dua saudara kandung yakni Esau dan Yakub. Hubungan persaudaraan antara Esau dan Yakub adalah hubungan yang sempat ternodai atau rusak dikarenakan kecurangan Yakub.  Ia telah mencurangi Esau dan menipu ayahnya yaitu Ishak dengan bantuan ibunya Ribka untuk menerima berkat dari Tuhan melalui ayahnya yang sudah tua itu.

gambar Ilustrasi dari: pexels.com

Tindakannya ini memberikan dampak yang besar terhadap hubungan persaudaraannya dengan Esau, bahkan Yakub pun harus melarikan diri kepada pamannya Laban demi menghindari kemarahan akibat sakit hati dan kecewa Esau kepadanya. 

Mereka terpisah selama Dua Puluh tahun dan dalam jangka waktu itu banyak hal yang telah menempa hidup mereka dan banyak pelajaran yang mereka ambil hingga mereka kemudian menjadi pribadi yang jauh lebih baik yang telah dipulihkan oleh banyak hal. 

Buktinya bisa dilihat dari bacaan kita pada saat ini di bawah perikop Yakub Berbaik Kembali dengan Esau. Diceritakan bahwa pertemuan Esau dan Yakub saudara sekandung itu penuh tangisan dan cinta kasih serta kerinduan yang besar. Tidak tampak lagi kemarahan, benci dan sakit hati yang menghalangi hubungan mereka. 

Dalam pertemuan itu mereka bisa secara langsung menyatakan kasih dan ketulusan mereka untuk kembali berdamai, hal ini didukung oleh sikap Yakub yang menyadari kesalahannya serta sikap Esau yang sebenarnya telah mengampuni adiknya itu. 

Hal ini tidak terlepas juga dari penyerahan diri Yakub kepada Tuhan yang bisa kita lihat pada Kej 32: 9-12 dan juga usahanya untuk mengambil hati Esau Kej 32: 10-21.  Dengan dasar dasar itu maka perdamaian yang indah terjadi atas hubungan mereka. 

Dari kisah ini, ada beberapa hal yang bisa dipelajari:

Pertama, Berserah kepada Tuhan

Yakub menyadari ia tidak bisa menghadapi saudaranya itu hanya dengan kemampuannya sendiri untuk itu ia mengungkapkan segala isi hatinya kepada Tuhan untuk memohon jalan serta keselamatan dari Tuhan atas permasalahan yang dihadapinya. Ia yakin bahwa hanya atas pertolongan Tuhan sajalah yang akan menolong dan menyelamatkannya. Hal ini juga hendaklah juga menjadi contoh bagi kita bahwa hanya Tuhanlah yang mestinya menjadi tempat kita berserah Karena Tuhanlah yang mengenal hati dan kerinduan kita umat yang dikasihi-Nya

Kedua, Saling Bertemu 

Dengan saling bertemu, Yakub dan Esau sama sama bisa meluapkan isi hati mereka, ini menjadi pilihan yang baik untuk menciptakan kedamaian diantara mereka.  Ini juga bisa menjadi cara yang baik bagi kita yang sedang ada didalam permasalahan dengan saudara atau siapapun itu. Terkadang orang yang sedang berada didalam pertikaian menghindari adanya pertemuan demi menghindari konflik yang lebih besar, mungkin kelihatannya baik juga tindakan ini, tetapi didalam rentang waktu itu apa yang kita lakukan?   Mengevaluasi diri dan Berdoa memohon pimpinan Tuhan haruslah jadi cara yang tepat sehingga kita menjadi lebih tenang dan siap bertemu. 

Ketiga, Mau Mengakui Kesalahan 

Yakub menunjukkan sikap mau mengakui segala kesalahannya, dengan cara ia berusaha untuk mengambil hati kakaknya Esau sehingga ia tidak membunuh ia dan keluarganya. Yakub menyadari bahwa ketika ia mengakui kesalahannya dan berusaha membujuk Esau, maka akan tercipta kedamaian diantara mereka. Hal ini juga perlu ada dalam diri kita orang percaya, ketika bersalah, akuilah itu dan berusahlah berdamai sehingga hidup kita menjadi lebih tenang. 

Keempat, Mengampuni dengan Tulus 

Esau turut memberikan andil yang besar kedamaian itu. Ketulusannya mengampuni adiknya, ia tunjukkan dengan ia mau menghampiri adiknya dan melepaskan kerinduan dalam pelukan dan tangisan. Ketulusan Esau ini menunjukkan bahwa ia adalah kakak yang baik, yang mau kembali merangkul dan menyambut adiknya untuk kembali hidup ada didalam damai. Dari sikap Esau ini, kita belajar menjadi pribadi yang baik sekalipun pernah dikecewakan karena hanya dengan cara terlebih dahulu mengampuni maka apapun masalahnya pasti bisa kita lewati bersama. 

Setiap hubungan persaudaraan  pasti akan mendapatkan tantangan  untuk itu kita perlu senantiasa berserah kepada Tuhan sehingga atas tuntunan Tuhan kita dimampukan untuk menyikapi setiap tantangan atau permasalahan dengan baik, karena hal-hal inilah yang mampu membuat hubungan persaudaraan tetap terjalin dengan baik. 

Semuanya ini perlu dikerjakan oleh setiap orang percaya, karena cerminan pribadi Yesus yang agung dan mulia itu hendaknya juga terpancar dari kehidupan setiap umat-Nya. Esau dan Yakub bertemu untuk berdamai, karena itu jika setiap pribadi terjebak di dalam permasalahan, hendaknya mau saling bertemu, mengakui kesalahan dan mengampuni dengan tulus karena sesungguhnya damai itu indah.

Oleh: Herneta Maria Maghu, S.Pd
Staf pengajar di SMA PGRI Waingapu

Belum ada Komentar untuk "Perlukah Memusuhi Saudara Kandung (Kej 32: 1-21)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel